Tuesday, April 14, 2009

SISTEM PENGGAJIAN ALKITABIAH

Sudah merupakan sebuah stereotip di kalangan orang Kristen bahwa hamba Tuhan tidak mata duitan. Untuk ini kita setuju bahkan bukan hanya menyetujuinya melainkan menghayatinya serta menekankannya pada pelayan muda. Namun tolong jangan dikembangkan menjadi 'hamba Tuhan tidak membutuhkan uang'. Selagi seseorang masih bernafas, tidak ada orang yang tidak membutuhkan uang. Hamba Tuhan mempunyai istri yang perlu beli baju, punya anak yang perlu sekolah, punya famili yang perlu dikunjungi dengan kendaraan. Ia persis sama dengan semua kelompok manusia. Ia punya rasa kuatir akan kebutuhan kuliah anak-anaknya.

Karena masyarakat dan orang Kristen sendiri yang semakin materialistik, tadinya masih menghormati hamba Tuhan dari kualitas pelayanannya menjadi menghina hamba Tuhan karena penampilan fisik mereka. Mungkin hamba Tuhan itu sendiri cukup percaya diri, namun belum tentu dengan istri dan anak-anaknya. Ketika mereka tak tahan terhadap mata yang memandang rendah karena sepatu mereka yang sudah miring, anak-anak mereka sekolah di sekolah paling tidak bermutu, dan tidak sanggup mengikuti les untuk ketrampilan apapun, maka efeknya terhadap kekristenan mustahil bisa dihindarkan.

Baiklah, ayah mereka telah bertekad untuk melayani Tuhan dalam keadaan apapun. Tetapi apakah wanita-wanita di gereja masih melihat sebagai istri hamba Tuhan adalah hal yang bahagia? Apakah anak-anak di gereja masih akan mendambakan ayah seorang hamba Tuhan? Penulis telah mengkonseling banyak mahasiswa yang sudah berkeluarga yang mengeluh bahwa istri mereka tidak mendukung proses belajar mereka karena sebenarnya tidak ingin suami mereka yang dulu pengusaha, atau karyawan perusahaan memutuskan menjadi pelayan Tuhan full-timer.

Apakah uang ikut mempengaruhi pelayanan? Siapakah yang tidak membutuhkan uang? Semua pekerjaan akan semakin lancar jika ditunjang dengan dana yang cukup. Tentu termasuk keleluasaan pelayan Tuhan bermanuver dengan dana yang dimilikinya.

Jika sulit untuk menilai kondisi kesehatan sebuah organisasi, salah satu aspek yang bisa dijadikan patokan ialah sistem penggajiannya. Jika pemimpin gereja dan denominasi betul memikirkan kebaikan bagi pelayanan, coba pikirkan tentang sistem penggajian yang selama ini diterapkan. Alkitabiahkah sistem penggajian yang sedang diterapkan di denominasi anda?

Ada denominasi yang sistem penggajiannya disatukan dengan sistem pemerintahan duniawi. Mereka mengurus gereja dengan sistem kenegaraan. Protestan yang menggabungkan diri dengan pemerintahan Jerman dengan gaji dari kas negara telah hancur. Kini hampir tidak dapat ditemukan orang Kristen lahir baru lagi di Jerman. Iblis telah sukses menghancurkan gereja melalui menggabungkannya dengan negara bersama dengan sistem penggajiannya.

Sistem penggajian yang diatur oleh sinode sifatnya kurang lebih sama dengan sistem penggajian gereja yang digabungkan dengan negara. Kedua-duanya tidak menyebabkan keterkaitan antara Gembala dengan jemaat yang digembalakannya. Pekerjaannya maju atau mundur gajinya tetap bahkan akan meningkat seturut dengan lamanya yang bersangkutan bekerja atau jenjang pendidikan yang dicapai atau gelar yang berhasil dibeli.
Kebanyakan gereja Tionghoa memakai sistem gaji gembala ditentukan oleh para majelis.

Dengan sistem ini sudah pasti menempatkan para majelis sebagai pemilik gereja dan gembala sekedar tukang nikahkan orang dan tukang kuburkan orang. Dengan sistem majelis sebagai bos, mustahil pengkhotbah mengkhotbahkan khotbah doktrinal karena yang berkhotbah bukanlah yang mengendalikan gereja. Jika gembala mengkhotbahkan doktrin gereja yang benar, itu sama artinya dengan mengritik majelis yang berkuasa. Sudah pasti akhirnya khotbah-khotbah yang disampaikan akan berkisar sekitar kehidupan dan segala perbuatan Tuhan Yesus beserta tokoh Alkitab lain yang patut dicontohi (devotional).

Ketika pengkhotbah mendorong anggota jemaat memperhatikan doktrin, maka anggota jemaat akan memperhatikan SEMUA doktrin, dan ujung-ujungnya akan mengritik pelaksanaan gereja yang tidak alkitabiah. Jadi, fahamkah pembaca mengapa iblis menghasut agar tidak menekankan masalah doktrin dan cukup khotbah devosional saja?

Ada gereja yang memakai sistem dimana Gembala atau pelayan mengambil semua persepuluhan yang masuk. Bahkan ada yang mengambil semua persembahan termasuk yang diedarkan dalam acara kebaktian setiap minggu. Di gereja yang demikian biasanya hampir setiap minggu khotbahnya akan menyinggung persembahan. Bahkan sering kali menakut-nakuti anggota jemaat dengan ayat-ayat Alkitab bahwa jika mereka tidak rajin memberi persembahan atau mengembalikan persepuluhan maka Tuhan akan mengirim belalang untuk melahap hasil usaha mereka bahkan akan mengutuk mereka.

Sangat transparan bahwa mereka mendirikan gereja untuk kepentingan perut. Mereka tidak antusias terhadap masalah doktrin, melainkan hanya bersemangat untuk mengumpulkan duit saja. Mereka memanipulasi ketulusan orang Kristen dengan mujizat palsu dan dongeng nenek-kakek tua. Dalam khotbah mereka hampir tidak ada pengajaran doktrinal melainkan penuh dengan cerita pengalaman. Semangatnya menggebu-gebu karena dipacu sistem penggajian bahwa semua persepuluhan bahkan semua persembahan menjadi milik Gembala. Sistem ini pasti mendorong pelayan bersemangat namun bukan karena cinta Tuhan melainkan karena cinta uang.

Adakah Alkitab memberi contoh sistem penggajian terhadap para pelayan Tuhan? Jawabnya, ada! Masakan Tuhan membangun sistem ibadah, membangun jemaat, tanpa memikirkan hal terpenting dari keberlangsungan jemaatnya?

Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa hingga Hukum Taurat diturunkan ayah berfungsi sebagai imam dan tiang kebenaran bagi keluarganya. Sejak Taurat diturunkan hingga Yohanes tampil, Allah menghentikan keimamatan ayah dan mengangkat keimamatan Harun, dan bangsa Israel sebagai tiang kebenaran. Sedangkan sejak Yohanes tampil (Mat. 11:13, Luk.16:16) keimamatan Harun dihentikan demikian juga fungsi bangsa Iarael yang sebagai tiang kebenaran, dan digantikan dengan keimamatan setiap orang percaya (I Pet.2:9) dengan Jemaat lokal sebagai tiang kebenaran (I Tim.3:15). Orang Kristen yang tidak memahami kebenaran ini akan sulit mengerti keseluruhan kebenaran yang Rasul Paulus katakan tersembunyi berabad-abad (Ef. 3:1-11).

Di masa ayah berfungsi sebagai imam dan tiang kebenaran Allah belum menetapkan sistem penggajian karena fungsi keimamatan dan tiang kebenaran ayah hanya untuk lingkup keluarganya saja. Cukup dengan perintah kepada anak anak untuk menghormati dan memelihara ayah mereka.

Namun pada saat Allah menetapkan bangsa Yahudi sebagai tiang kebenaran bagi bangsa-bangsa di dunia dan mengangkat Harun beserta anak-anaknya sebagai imam serta menetapkan suku Lewi sebagai pelayan full-time, mustahil terhadap orang yang dipekerjakan secara full-time tidak diberi keperluan hidupnya (gaji). Mereka bekerja kepada Allah, bukan kepada suku suku lain. Allahlah yang akan memperhatikan kehidupan mereka, jangan ada suku Israel lain yang berpikir bahwa merekalah yang telah menggaji suku Lewi atau keluarga Harun.

Suku lain diwajibkan Allah untuk mengembalikan persepuluhan KEPADA ALLAH. Dan Allah memberikan persepuluhan itu sebagai milik pusaka suku Lewi. Sedangkan suku Lewi diperintahkan mengembalikan persepuluhan yang Tuhan berikan kepada keluarga Harun. Akhirnya tersusun rapi sistem penggajian Tuhan kepada orang-orang yang melayaniNya.

Kesebelas suku Israel mengembalikan persepuluhan mereka kepada Tuhan, dan Tuhan memberikannya kepada suku Lewi, kemudian suku Lewi mengembalikan persepuluhan mereka, dan Tuhan memberikannya kepada keluarga Harun. Sistem ini dipakai Tuhan selama kurang lebih seribu lima ratus tahun.

Kita tahu bahwa zaman ibadah simbolik PL telah digenapi dan kita kini memasuki zaman ibadah hakekat. Apakah pengembalian persepuluhan termasuk item ibadah simbolik PL yang digenapi? Tentu tidak! Karena mengembalikan persepuluhan itu bukan ibadah tetapi pernyataan kasih kepada Allah. Dalam kitab PL selain terdapat rangkaian ibadah simbolik juga terdapat catatan sejarah, pengajaran moral, nubuatan, dan lain-lain. Ingat, yang digantikan dengan ibadah hakekat itu hanyalah rangkaian ibadah simbolik, sedangkan nubuatan ada sebagian digenapi dan sebagian belum. Pengajaran moral tidak berubah demikian juga dengan himbauan untuk mengasihi Allah. Bahkan jika orang Yahudi yang dilepaskan dari perbudakan jasmani dengan begitu rela mengaminkan persepuluhan sebagai hak milik Tuhan, terlebih kita yang dilepaskan dari perbudakan rohani. Mereka mendapatkan keselamatan badan sedangkan kita mendapatkan keselamatan jiwa.

Persepuluhan bukan bagian dari ibadah simbolik, melainkan sistem yang Allah ciptakan untuk keberlangsungan proses penyelamatan umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Karena manusia yang telah jatuh ke dalam dosa memerlukan keselamatan dari Allah. Allah janji mengirim Juruselamat untuk menggantikan manusia berdosa menerima penghukuman. Ketika Sang Juruselamat belum tiba, atau masih dijanjikan, orang berdosa akan dihitung selesai dosanya apabila ia bertobat dan percaya pada Juruselamat yang akan datang. Sedangkan yang hidup sesudah penyalibannya akan selamat melalui bertobat dan percaya kepada Juruselamat yang sudah datang.

Nah, mereka yang hidup sebelum penyaliban-Nya perlu diingatkan terus akan janji itu. Allah mengangkat ayah sebagai imam dan tiang penopang kebenaran. Kemudian Allah membangun ibadah simbolik untuk terus mengingatkan manusia pada janjiNya. Dalam rangkaian ibadah simbolik dimana bangsa Yahudi sebagai tiang kebenaran dan keluarga Harun sebagai imam serta suku Lewi sebagai pelayan, diperlukan sistem penggajian agar mereka bisa hidup. Persepuluhan ditetapkan di dalam sistem itu agar suku Lewi dan keluarga Harun tetap ada makanan.

Kini setelah kedatangan Sang Juruselamat, jabatan keimamatan Harun digantikan dengan orang percaya PB, dan jemaat lokal ditetapkan sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran (I Tim.3:15). Dalam sistem ini Allah menetapkan jabatan-jabatan Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala, dan Guru (Ef.4:11). Rasul dan Nabi telah menyelesaikan tugas mereka sebagai peletak dasar jemaat, kini tinggal tiga jabatan lainnya.

Sejak Allah tidak memberikan sistem penggajian untuk tiang kebenaran yang baru, itu artinya Allah tetap mau memakai sistem yang lama. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa persepuluhan itu HARUS (Luk.11:42). Mengapa persepuluhan itu harus? Karena jika sistem penggajian kacau maka pelaksanaan tugas tiang kebenaran yang baru tidak akan maksimal.

Karena dalam kitab PB Tuhan tidak merombak sistem penggajian zaman PL, maka sistem penggajian masih tetap memakai sistem yang pernah dipakai tiang kebenaran lama. Akhirnya kita dapatkan sistem baku penggajian PL, yaitu dengan komposisi sebelas banding satu. Sebagaimana persepuluhan sebelas suku diberikan kepada satu suku, maka pelayan jemaat PB boleh ambil sebelas persepuluhan. Posisi hamba Tuhan PB adalah posisi Lewi bukan posisi imam karena keimamatan telah dihapus. Jadi, anggota jemaat HARUS mengembalikan persepuluhan dengan jujur dan Gembala berhak atas sebelas persepuluhan yang masuk. Jika jemaat bertumbuh menjadi besar sehingga persepuluhan yang masuk jauh lebih dari sebelas, tentu juga diperlukan pelayan lain selain Gembala, yaitu Penginjil dan Guru. Mereka berhak menikmati persepuluhan dan besarnya diatur oleh Gembala.

Sistem ini tidak bisa dijalankan bersamaan dengan sistem sinode karena sistem ini menuntut rasa memiliki yang tinggi dari Gembala dan sesuai dengan hukum menanam dan menuai. Apa jadinya jika seseorang memulai jemaat dengan bersusah payah dan mengajar anggota jemaat mengembalikan persepuluhan, namun setelah dia sukses, kemudian ketua sinode memindahkannya ke jemaat lain dan menempatkan keponakannya (nepo) sebagai pengganti. Sistem sebelas-satu ini hanya cocok untuk jemaat independen, dengan kekuasaan tertinggi pada keputusan rapat jemaat.

Sistem ini juga tidak akan jalan pada jemaat yang pengajarannya tidak alkitabiah. Banyak orang membaca buku Melayani Tuhan Atau Perut dan langsung senang serta mengikuti sistem penggajian yang diuraikan di situ, namun aspek lain dalam berjemaat tidak disesuaikan dengan ketetapan Alkitab. Tentu mereka akan menghadapi banyak permasalahan.

Sistem yang Tuhan tetapkan ini sangat menuntut pengajar firman yang gigih dan teguh dan anggota jemaat yang benar-benar lahir baru serta bertekad patuh pada aturan Tuhan. Anggota jemaat yang tidak setia, dan yang curang adalah penghambat pemberitaan Injil dan kemajuan jemaat. Biasanya ini adalah penghambat utama karena uang memang sangat menggiurkan. Bahkan yang sudah sering mengembalikan persepuluhan pun, jika tidak segera serahkan persepuluhan setelah uang itu didapat, ujung-ujungnya menjadi sangat berat untuk menyerahkannya.

Pemimpin-pemimpin gereja yang tidak mengerti kebenaran, orang buta yang memimpin orang buta, telah menggantikan sistem Tuhan dengan segala sistem yang mereka ciptakan. Sistem penggajian yang kacau, dengan anak Tuhan yang tidak setia mengembalikan persepuluhan adalah salah satu penyebab turunnya jumlah mahasiswa theologi. Tanpa mereka sadari sesungguhnya mereka bukan melayani Tuhan dan bukan memajukan gereja melainkan menghancurkan secara perlahan-lahan. Camkanlah!***

Dr. Suhento Liauw, Buletin PEDANG ROH 59, April-Juni 2009

No comments: