Tuesday, October 05, 2010

Bernilaikah Harta Benda Milik Anda?

Kita semua memiliki benda. Kita melihatnya, menginginkannya, membelinya, memajangnya, mengasuransikannya, dan membandingkannya dengan benda milik orang lain. Entah mereka memiliki banyak atau sedikit barang, kita membicarakan tentang bahwa kita merasa iri atau memberikan penilaian terhadap koleksi benda-benda orang lain. Kita sendiri memiliki sedikit koleksi. Kita membayangkan jika tumpukan barang itu sedikit lebih besar, kita akan merasa sukses atau aman.

Anda mendapatkan rumah, kemudian anda harus membeli barang-barang untuk mengisinya. Anda terus membeli barang-barang dan anda membutuhkan rumah yang lebih besar. Kendati, rumah itu juga hanyalah tumpukan barang yang dibungkus. Beberapa orang bisa bertahan hidup tanpa memiliki satu pun barang-barang itu. Yesus contohnya (Matius 8:20).

Di Amerika saat ini ada lebih dari 30.000 fasilitas penyimpanan pribadi di kota yang menawarkan lebih dari satu miliar m² tempat kepada masyarakat untuk menyimpan darang-barang mereka. Padahal pada tahun 1960-an, tidak ada industri semacam ini. Saat ini kita menghabiskan 12 miliar dolar setahun hanya untuk membayar seseorang untuk menyimpan barang-barang ekstra kita! Industri ini lebih besar daripada industri musik.

Banyak sekali orang mempunyai hobi mengumpulkan barang-barang, baik itu barang kuno, klasik, antik atau pun modern. Buktinya tempat-tempat pameran, mall, toko selalu dibanjiri oleh para kolektor-kolektor barang, dari yang muda sampai orangtua. Dan ternyata fenomena ini tidak sepenuhnya didominasi oleh orang-orang kaya. Jutaan bahkan miliaran rupiah dikeluarkan demi mendapatkan benda kesukaannya. Saking banyaknya barang koleksi mereka, rumah tempat penyimpanan barang pun harus dibeli. Pada akhirnya, pemulung, lapak dan penadah barang selalu menjadi orang yang paling menikmati barang-barang tersebut.

Semua orang akan mati, dan sudah pasti meninggalkan barang-barang mereka. Ke mana benda-benda itu? Anak-anaknya memperdebatkan harta benda itu. Toh, mereka juga nanti pasti akan mati. Seperti burung bangkai, mereka berkata kepada diri mereka sendiri, “Sekarang, semua barang ini menjadi milikku.” Kemudian mereka juga meninggal dan beberapa pemakan bangkai baru datang memangsa harta benda mereka. Orang-orang datang dan pergi. Bangsa-bangsa berperang, keluarga berantakan karena harta benda. Suami istri lebih banyak berdebat tentang barang daripada tentang hal lain.

Kenapa? itu hanyalah sebuah benda yang pada akhirnya akan hancur lenyap. Bukankah semua kita akan masuk dalam peti mati yang sama? Berapakah sesungguhnya nilai dari harta benda itu?

HARTA BENDA BUKANLAH SESUATU YANG BERHARGA

Yesus berkata, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkan bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada”(Mat. 6:19-21).

Berapakah biaya perawatan rumah anda? Mobil anda, taman bunga anda, hewan peliharaan anda, perkakas rumah anda dan barang elektonik anda? Tentu masih banyak lagi. Orang Kristen yang bijak dan cerdas mengetahui dengan jelas apa yang kekal dan tidak kekal - Mana yang penting dan tidak. Oleh sebab itu Yesus mengatakan bahwa adalah bijak untuk menyimpan harta di sorga yang kekal. Dunia adalah tempat tinggal sementara. Kehidupan yang sesungguhnya bukan di dunia, melainkan di sorga.

HARTA BENDA TIDAK DAPAT MENJADI MILIK SAYA


Bagi orang dewasa, ironis bila seorang anak berusia dua tahun berkata, “Ini milikku.” Orang dewasa tahu bahwa anak usia dua tahun tidak mengusahakan satupun dari barang-barang mereka. Semua itu disediakan bagi mereka. Semua itu adalah pemberian dari seseorang yang jauh lebih besar dan bijaksana daripada mereka. Namun demikian, anak usia dua tahun sangat lengket dengan barang-barang mereka. Jika ada seseorang mencoba mengambil sesuatu, benda itu tiba-tiba menjadi benda favorit mereka. Anak usia dua tahun bisa sangat menipu, benarkan? Bukankah kita juga bersikap demikian terhadap Tuhan?

Renungkan beberapa pernyataan Alkitab berikut, “Bumi adalah milik Tuhan, dan segala sesuatu di dalamnya, seluruh dunia dan yang diam di dalamnya” (Maz.89:12). Ingatlah Tuhan, Allahmu, karena dialah yang memberikan engkau kemampuan untuk menghasilkan kekayaan.” “Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman Tuhan semesta alam” (Hagai 2:9).

Tahukah anda pertanyaan yang paling sering diajukan mengenai persembahan dan persepuluhan? “Apakah saya harus memberikan persepuluhan berdasarkan penghasilan bersih atau kotor?” Maksud pertanyaan: “Seberapa sedikit yang bisa saya berikan, yang tidak membuat Allah marah pada saya?” Pertanyaan yang tersembunyi sebenarnya adalah, “Seberapa banyak hartaku yang dapat aku simpan dan tidak terjadi masalah?” Ini seperti mendekati ibu anda pada ultahnya dan berkata, “Bu, berapa jumlah uang paling sedikit yang boleh aku belanjakan untuk membeli kado buat Ibu tanpa merusak hubungan kita?” Mengertikah anda?

Raja Daud pernah berkata kepada Tuhan, “Tetapi siapakah aku dan siapakah bangsaku sehingga kami bisa memberikan sebanyak ini?” Ia tidak bertanya, “Berapa jumlah minimal yang harus aku berikan, namun tidak membuat Allah tertipu?” Ia berkata, “Siapakah aku sehingga aku bisa member sedemikian rupa? Aku ingin menggunakan harta bendaku untuk membangun kerajaan-Mu, bukan kerajaanku.”

HARTA BENDA TIDAK KEKAL

Pernakah anda melihat tempat pembuangan atau penampungan barang bekas dan rongsokan? Orang Amerika menyebutnya, “Landfill”. Tempat pembuangan akhir. Di Jakarta, tempat seperti itu cukup banyak. Setelah barang-barang itu di obral di Cikunir, Poncol, Menteng (jl. Surabaya), Pasar rumput, di Cidenga, dan ditempat-tempat lain, pada akhirnya benda-benda itu dibuang di “Landfill”. Semua ada di situ. TV layar datar, Kulkas, HP, AC, Sofa, Lemari, dll. Dan apa yang saya lihat, tidak ada orang yang waras yang mau tinggal dengan barang-barang rongsokan itu. Setelah di daur ulang, para pemakan bangkai baru membawanya ke rumah.

Saya tidak berkata bahwa harta benda itu buruk. Melainkan semua itu tidak kekal. Harta benda adalah infestasi yang sama sekali tidak bijak. Semua itu akan musnah. Satu-satunya yang mengikuti kita di liang lahat adalah peti mati.

HARTA BENDA TIDAK DAPAT MEMERDEKAKAN ANDA

Paulus berkata, “Tetapi, mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan (1Tim.6:9). Tidak memiliki barang-barang bisa membawa Anda pada jebakan. Ironisnya, mendapatkan lebih banyak barang juga tidak membawa Anda pada kebebasan yang lebih. Mendapatkannya bisa jadi adalah jebakan itu sendiri. Randy Alcorn, penulis Kristen terkenal mencatat beberapa komentar orang-orang terkaya pada zamannya:

· Akulah orang paling menyedihkan di dunia (J.J Astor)

· Saya telah menghasilkan jutaan, tetapi itu tidak membawaku pada kebahagiaan(John D. Rockefeller).

· Para jutawan jarang tersenyum (Andrew Carnegie).

· Saya lebih bahagia ketika menjadi montir dulu( Henry Ford).

HARTA BENDA TIDAK DAPAT MEMBUAT SAYA BAHAGIA

Kita adalah makhluk yang berkeinginan. Kita lebih mudah menghentikan napas daripada menghentikan keinginan. Namun kita bisa memutuskan pandangan dan pesan apa yang akan dikeluarkan pikiran kita, dan pada gilirannya, hal ini akan membentuk keinginan-keinginan Anda. Menjelang pertengahan tahun 1970-an, orang-orang Amerika lebih banyak menghabiskan waktu di pusat-pusat perbelanjaan daripada tempat-tempat lain, selain rumah dan tempat kerja.

Pernahkan Anda mendapatkan catalog pemesanan yang diantarkan ke rumah Anda? Coba tebak berapa jumlah catalog yang telah disebarkan di Amerika ini setiap tahunnya. Jawabannya adalah: Empat puluh miliar (benar-miliar!).

Dan setiap catalog tersebut dibuat dengan tujuan yang sama: membuat Anda semakin menginginkan-ketagihan. Mereka berada dalam bisnis “menciptakan keinginan”. Hal-hal yang biasa kita taruh dalam kategori “ingin” akan terus bergeser ke dalam kategori”kebutuhan”, dan kita merasa tidak dapat hidup tanpanya. Kita menderita karena “catalog akibat kegelisahan”. Ini masalahnya: Rasa cukup tidak Anda dapatkan dari apa yang tidak Anda butuhkan. Anda bisa mendapatkan lebih.

HARTA BENDA TIDAK DAPAT MEMBUAT SAYA MERASA AMAN


Ini mungkin merupakan pengajaran Yesus dan para pengikut-Nya yang paling berbeda dari hikmat konvensional (pada umumnya). Paulus berkata, “kita tidak membawa apa-apa ke dalam dunia, dan kita tidak dapat membawa sesuatu keluar darinya” (1Tim.6:7). Ayub berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamya” (Ayub 1:21)

Kita datang ke dunia telanjang dan tidak memiliki apa-apa; Kita akan meninggalkannya dengan keadaan yang sama. Di antara kedatangan dan kepergian kita dari dunia, kita memperoleh beberapa barang yang bisa kita kenakan pada tubuh dan beberapa yang lain yang dapat kita simpan, namun tak satu pun dari barang-barang itu yang benar-benar milik kita. Kita meminjamnya untuk sementara kemudian suatu saat kita akan mengembalikan semuanya.

Keinginan kita untuk memperoleh keamanan secara financial tidak mendorong kita untuk memberi. Setiap rupiah yang anda berikan tidak lagi tersedia untuk perlindungan anda. Namun rasa kemerdekaan kita selalu meningkat ketika kita memberi karena memberi adalah sebuah pernyataan bahwa rasa aman saya berada di suatu tempat selain bank. Memberi adalah sebuah tindakan keyakinan di dalam Tuhan.

HARTA BENDA DAPAT MEMBANTU SAYA MENJADI KAYA DIHADAPAN ALLAH

Apa yang dikatakan Yesus sangat benar. “Lebih baik memberi daripada menerima” (Kisah 20:35). Memberi adalah yang terbaik. Ketika kita memberi secara kebetulan, kita juga mendapatkan sukacita yang kebetulan. Ketika kita memberi dengan penuh perjuangan, pikiran, dan dengan cara yang kreatif, kita mendapatkan sukacita yang sangat besar. Dalam perjanjian Lama, suatu ketika Daud ditawari segala sesuatu yang ia butuhkan untuk memberikan persembahan kepada Allah. Ia menolaknya dengan berkata, “Akankah aku mempersembahkan kepada Allah sesuatu dengan tidak membayar harganya?” Daud mengetahui bagaimana cara kepuasan menghampiri hati manusia.

KEKAYAAN LUAR Versus KEKAYAAN BATIN

Teolog dari Yale University, Miroslav Volf mengatakan bahwa ada dua jenis kekayaan di dalam kehidupan: “Kekayaaan luar” dan “kekayaan batin”. Kekayaan luar adalah sebuah keadaan luar. Kekayaan batin adalah pengalaman di dalam jiwa. Kita biasanya berfokus pada kekayaan luar. Kita mengira bahwa kebahahagian sejati ada di sana. Bahasa kita mencerminkan hal ini ketika kata “memiliki” terus muncul dalam pikiran kita:

§ Seandainya aku bisa memiliki rumah idamanku…..

§ Seandainya aku punya uang yang banyak……

§ Seandainya aku memiliki gaji yang lebih tinggi……….

§ Ketika aku memiliki mobil yang lebih……

Kita mencari kekayaan luar, namun sesungguhnya apa yang kita inginkan adalah kekayaan batin. Kita ingin menjadi orang yang mengucap syukur, bersukacita, terpenuhi kebutuhannya, terbebas dari kekhawatiran, dan murah hati. Kita berusaha keras mendapatkan kekayaan luar karena kita menyangka bahwa itu akan memberikan kekayaan batin, namun ternyata tidak.

Dalam kekayaan luar, kita menjadi kaya oleh waktu yang lama, investasi yang jitu, dan banyak keberuntungan. Tetapi ada kemungkinan bahwa memiliki gudang uang, setumpuk talenta, dan tampang seperti bintang film, namun tetap miskin. Lubang keinginan kita yang tak berdasar tidak akan pernah terpuaskan. Sabanyak apapun yang kita miliki, kita tetap menjadi apa yang disebut Volf sebagai “orang yang tidak pernah cukup”. Bagi orang seperti ini, tidak ada kepuasan jiwa yang kekal. Sebuah menyatakan, “kemarin aku tidak tahu kalau itu ada, hari ini tidak dapat hidup tanpanya”. Itu adalah penyakit dari jiwa yang tidak pernah puas.

Sebaiknya, kita memiliki sedikit sesuatu, tetapi kaya. Sebuah jiwa yang akan mengalami hidup secara berbeda. Jiwa itu mengalami sebuah rasa berterima kasih untuk apa yang telah diterimanya, daripada kekesalan terhadap apa yang tidak ia dapatkan. Jiwa ini menghadapi kehidupan dengan harapan, bukan kekhawatiran. Rasul Paulus menemukan bahwa saat ia hidup sebagi sahabat dan teman Yesus yang “oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya” (2 Kor. 8:9). Paulus sendiri mengalami kekayaan batin. Ia menjadi orang yang “lebih dari cukup”. Ia menemukan bahwa baik ia hidup dalam kelimpahan maupun hidup dalam penjara, ia memiliki lebih dari cukup karena ia telah dibebaskan dari treadmill ”memiliki”.

Kekayaan batin selalu tersedia. Orang yang telah bertobat & percaya kepada Yesus telah memperolehnya. Tinggal bagaimana ia mengekspresikannya. Bersama Tuhan ia bisa menjadi orang yang berbelas kasihan, murah hati, berterima kasih dan bersukcita. Harta benda tidak dapat menolong anda dalam hal ini. Iman yang sungguh pada Kristus membuahkan hidup yang berkelimpahan (Yoh.10:10). Maksud Yesus tentang “kaya di hadapan Allah” selalu mencakup kekayaan batin - Kaya rohani. Di dunia kita kaya, di sorga pun demikian.

Ingat! Harta kita yang sesungguhnya adalah sorga yang abadi. Suatu tempat yang indah, penuh kedamaian yang disediakan untuk mereka yang telah mati bersama dengan Yesus Kristus. Di sana, kita akan tinggal bersama Tuhan. Bersekutu selalu bersama-Nya. Di sorga kata Alkitab, Tuhan telah menyediakan segalah berkat rohani dan mahkota-mahkota tak terhingga dan abadi bagi kita yang telah diselamatkan (Efesus 1:3).

Ada Lima upah atau “Mahkota” khusus yang akan diterima oleh orang-orang percaya yang setia di Sorga sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan di dunia ini.

% Mahkota Abadi (1 Korintus 9 :24-27): Upah bagi mereka yang secara konsisten mempraktikkan disiplin diri dan penguasaan diri.

% Mahkota Kebenaran (2 Timotius 4:8): Upah bagi mereka yang menanti-nantikan kedatangan Tuhan dan hidup dalam kebenaran.

% Mahkota Kehidupan (Yakobus 1:12; wahyu 2:10): Upah bagi mereka yang setia dan tekun menanggung pencobaan-pencobaan dan ujian-ujian kehidupan.

% Mahkota Kemegahan (1 Tesalonika 2:19): Upah bagi mereka yang setia memberitakan injil atau memenangkan orang-orang bagi Krtistus.

% Mahkota Kemuliaan (1 Petrus 5:1-4): Upah bagi para gembala atau pemimpin gereja yang dengan penuh kasih dan rahmat mengembalakan dan menjaga umat Tuhan berdasarkan kebenaran.

(By Gbl. Alki Tombuku, GBIA Komunitas Depok)

No comments: