Friday, October 21, 2011

Negara Agama atau Negara Sekuler

Mahfud MD: Indonesia Bukan Negara AgamaMahfud MD: Indonesia Bukan Negara Agama
PENGERTIAN NEGARA AGAMA DAN NEGARA SEKULER
Ketika Allah Jehovah membawa keturunan Yakub  keluar  dari Mesir, memang dari awal tujuannya adalah mendirikan Negara Agama (Theo-cracy). Jehovah sedang mendirikan  sebuah  negara  yang  ditugaskanNya  untuk  menjaga  ibadah  simbolik yang dipusatkan di Bait Allah Yerusalem. Seluruh umat Jehovah adalah warga negara Israel dan seluruh warga Israel adalah umat Jehovah.  Keberlangsungan  negara-agama ini sesungguhnya hanya sampai kedatangan Yesus sebagai hakekat ibadah simbolik yang  dijaga  oleh  negara-agama  Israel-Yudaisme  itu.  Kepentingan  mendirikan negara agama adalah untuk menjaga  ibadah simbolik  sampai  yang  disimbolkan  tiba.

Jadi,  setelah  kedatangan  Yesus  Kristus, hakekat dari  seluruh  ibadah  simbolik PL, maka  tidak  ada  keperluan  untuk  tetap mempertahankan  negara  agama.  Oleh sebab  itu  Yesus  Kristus  mengumumkan keterpisahan  antara  agama  dan  negara (Matius 22:21).

Negara-agama  adalah  negara  yang pendiriannya  memiliki  misi  keagamaan. Jadi negara-agama itu bertujuan untuk menyebarkan  agama,  atau  setidaknya  untuk memelihara keberlangsungan agama. Yesus Kristus mengumumkan keterpisahan  negara  dari  agama  karena  tujuan negara-agama  yang  dimaksudkan  oleh Allah Jehovah  telah selesai. Dan manusia memasuki era menyembah secara hakekat, secara  rohani  dan  dalam  kebenaran. Dengan kata  lain, manusia memasuki  era mempercayai sesuatu yang dirinya sendiri yakini benar dan akan menyembah dengan hatinya bukan dengan badannya.

INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA
Ketika  Bung  Karno  dan  sejumlah pendahulu  kita  mendirikan  Republik Indonesia,  memang  sempat  terjadi  tarik-ulur  segala  kepentinggan.  Sejumlah  elemen  ingin  memasukkan  agenda  agama melalui  Piagam  Jakarta.  Tetapi  akhirnya para pendiri negara yang arif menyepakati bahwa  Indonesia  bukan  negara  agama, melainkan  negara  sekuler,  yang  di dalamnya  hidup  berbagai  agama  yang menjunjung  tinggi  Tuhan.  Hal  tersebut diwujudkan  melalui  sila  pertama  yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan  kesepakatan  saat  pendirian Republik  Indonesia bukan negara  agama, maka  selanjutnya  negara  tidak mengurus urusan agama, melainkan hanya mengurus urusan kemanusiaan. Artinya, negara tidak mengurus  urusan  antara manusia  dengan Allah,  atau  apa  saja  yang  disembahnya melainkan hanya mengurus urusan antara manusia  dengan  manusia  saja.  Karena Republik Indonesia bukan negara agama, maka  seharusnya  tidak boleh  ada Departemen Agama. Sayang sekali Presiden Abdurahman Wahid gagal meliquidasi Departemen  Agama.  Presiden  Gusdur  adalah satu dari seglintir orang yang sangat paham tentang  perbedaan  negara-agama  dengan negara-sekuler  serta  paham  akan  tujuan awal Republik Indonesia ini didirikan. Setelah  beliau  meninggal.  kini  belum  kita dapatkan tokoh seperti beliau yang sangat jenius  dan  paham  akan  hal  yang  sangat esensial ini. Bahkan banyak yang sengaja tidak  mau  paham  dan  pura-pura  tidak paham. Dan kita merasa  sangat  sedih karena ternyata  banyak  orang  Kristen,  bahkan pemimpin kekristenan,  tidak paham akan hal ini. 

Pemimpin-pemimpin Kristen tidak berkata kepada pemerintah bahwa hakekat kekristenan yang kami  imani adalah agama terpisah  dari  negara.  Kami  memahami bahwa  negara  tidak  boleh  mencampuri urusan  iman  warga  negaranya.  Jika pemimpin-pemimpin  Kristen  paham, maka  kita  akan membiarkan  agama  lain memiliki Direktorat Jendralnya di Depag, namun  khusus Krisen  tidak  perlu  karena menjunjung  tinggi  prinsip  kekristenan  yaitu  keterpisahan  antara  agama  dan negara. Karena  hanya Gusdur  dan  segelintir orang  saja yang mengerti, maka keadaan semakin kusut. Pemerintah pusat maupun  daerah menganggarkan uang negara untuk urusan agama. Bahkan pejabat keagamaan mendapatkan gaji maupun  tunjangan dari uang negara. Pembangunan berbagai fasilitas agama, berbagai “center” juga memakai uang negara. Di Amerika, yang  lebih dari delapan puluh persen warganya adalah Kristen,  tidak  ada  satu  gereja  pun  yang dibangun  dengan  uang  negara.  Mereka sangat paham bahwa USA bukan negara agama  sehingga  ada  keterpisahan  antara agama dan negara.

Supaya  umat  agama  lain  paham tentang  keterpisahan  antara  agama  dan negara, tentu orang Kristen harus menjadi pioneer untuk penanaman konsep. Orang Kristen di DEPAG harus paham akan hakekat pengajaran kekristenan tentang hubungan agama dan negara. Para Gembala  jemaat harus sangat paham akan topik ini. Demikian  juga  para  rektor  Sekolah  Theologi harus  sangat  paham,  bukannya  malah tenggelam dalam menda-patkan akreditas dari pemerintah. Karena  Sekolah Theologi  itu  bagian  dari  agama,  kalau agama terpisah dari negara maka demikian juga dengan Sekolah Theologinya.***

No comments: